Unila – Prof. Dr. Karomani, M.Si memberikan sambutan pada acara Seminar daring “Budidaya Lobster di Indonesia di UPT.TIK Unila ( Kamis 28 mei 2020 yang lalu ), beliau mengungkapkan bahwa “budidaya lobster khususnya pembenihan belum dapat dilakasanakan karena kurangnya penguasaan teknologi dan pembesaran dengan benur dan bibit yang masih bergantung dari alam seperti yang saya amati di pesisir barat”.
Oleh karena itu perlu media untuk berkumpul para pengampu kepentingan yang kompeten untuk berdiskusi secara nasional dengan peserta webinar hari ini lebih kurang 1000 orang mengenai budidaya lobster secara full siklus di indonesia, semoga seminar ini menghasilkan output berupa kesepakatan untuk mengembangkan budidaya lobster di indonesia secara lestari dan berbangsa ungkapnya saat memberikan sambutan seminar daring tersebut.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo selaku openeing speech mengungkapkan “Pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan adalah dua kutub yang harus kita satukan.”
Di hadapan 1.000 peserta seminar tersebut, Menteri Edhy mengungkapkan latar belakang terbitnya Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan. Berawal dari pengalamannya saat menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR, dia mendengar berbagai keluhan masyarakat pesisir selama kurun waktu 2014 – 2019, terutama masyarakat yang terdampak larangan pemanfaatan benih lobster untuk budidaya.
“Lima tahun sebelum jadi menteri saya mendengar langsung keluhan masyarakat pesisir, dari Sabang sampai Merauke, banyak yang mengeluh ke DPR. Semangat awalnya sebenarnya saya ingin menghidupkan kembali lapangan kerja mereka,” urai Menteri Edhy.
Atas dasar tersebut, Menteri Edhy kemudian membentuk tim dan melakukan kajian publik, kajian akademis serta melihat langsung ke lapangan. Bahkan, Menteri Edhy juga melakukan pengecekan ke Unversitas Tasmania, tempat penelitan lobster di Australia. Hasilnya, dia menemukan adanya manfaat yang bisa diambil oleh masyarakat dari komoditas lobster tanpa harus menghilangkan faktor keberlanjutannya. Sebagai gambaran, disebutkan bahwa di Universitas Tasmania lobster bisa menghasilkan hingga empat juta telur selama musim panas yang berlangsung selama empat bulan, atau sejuta telur perbulan.
“Ini lah yang semakin meyakinkan saya bahwa dalam rangka membangun industri lobster di Indonesia adalah keharusan dan suatu hal yang tepat. Memang ada kekhawatiran, makanya ada kontrol pengawasan komunikasi dua arah,” jelasnya.
Karenanya, Menteri Edhy memastikan regulasi terkait budidaya lobster sebagai kebijakan yang terukur dan terkendali. Sebagai pengandaian, jika ada 100 juta benih lobster yang diambil oleh masyarakat dan dijual dengan harga Rp5000, maka akan muncul perputaran uang sebesar Rp500 miliar.
“Hakekat peraturan ini sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat,” katanya.
Syarat Ketat untuk Ekspor
Terkait beleid ekspor benih di Permen KP nomor 12 tahun 2020, Menteri Edhy memastikan bahwa dirinya tetap mengutamakan aspek budidaya. Hal ini ditunjukkan melalui syarat ketat seperti sebelum mengekspor, siapapun harus melakukan budidaya terlebih dahulu. Sementara untuk pembudidaya, Menteri Edhy juga mewajibkan mereka untuk melakukan restocking ke alam sebesar 2 persen dari hasil panennya.
“Ini aturan yang kita buat akan ada pemantauan dan pengawasan, setahun ada pemantauan dan evaluasi ke depan,” tegas Menteri Edhy.
Karenanya, melalui seminar daring, Menteri Edhy mengajak berbagai pihak untuk turut terlibat dalam melakukan pengawasan serta memberikan masukan-masukan di sektor kelautan dan perikanan. Menurutnya, dengan banyaknya pengawasan dan masukan, jajarannya bisa menjadi lebih berhati-hati sekaligus memudahkan langkah dalam mengambil kebijakan, terutama di bidang budidaya.
“Semakin banyak yang mengawasai semakin hati-hati kita. Saya ingin semua kampus ikut terjun menyikapi mencari jalan keluar bagaimana menentukan langkah perikanan budidaya di Indonesia bisa hidup kembali,” sambungnya.
Selain itu, Menteri Edhy juga mengaku terbuka bagi siapapun yang ingin terjun di komoditas lobster. Kendati terbuka, dia memberikan catatan seperti, pelaku usaha harus bisa mepresentasikan sebaran lokasi pekerjaannya, jangkauan pelibatan nelayan, serta harga beli ke nelayan itu.
“Ini sudah kita wujudkan dalam bentuk juknis, dalam waktu dekat akan ada peraturan pemerintah yang menetapkan ini menjadi PNBP di sektor kelautan dan perikanan,” jelasnya. [ikh/oct]
informasi yang sangat bagus, jangan lupa kunjungi website universitas airlangga https://www.unair.ac.id/2021/11/28/ketua-pokdan-pesona-bahari-ulas-teknik-budidaya-lobster-dalam-kuliah-tamu-s1-akuakultur-unair-banyuwangi/